ETIKA KEILMUAN
Seperti yang telah
kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan bukanlah pengetahuan yang datang
dengan sendirinya seperti barang yang sudah jadi, karena ilmu pengetahuan
memiliki suatu cara pemikiran yang khusus dengan pendekatan yang khas sehingga
menghasilkan pengetahuan yang dapat dibagi, diuji dan dipertanggungjawabkan
secara terbuka. Dan dalam dunia keilmuan juga mempunyai etika tersendiri untuk
memperolehnya.
Setiap aspek kehidupan
memiliki etika yang harus ditaati, demikian pula dalam kehidupan ilmiah
memiliki etika yang biasa disebut dengan nama ”etika keilmuan” yang mencakup
tentang nilai-nilai yang baik maupun yang buruk, dan mengenai hak serta
kewajiban bagi seorang ilmuwan atau mahasiswa. Oleh karena itu kami menyusun
makalah ini agar kita mampu memahami tentang etika keilmuan dan menerapkannya
dalam kehidupan sosial terutama bagi kita sebagai seorang mahasiswa yang
diharuskan mampu memahami dan menerapkan suatu ilmu dengan tepat.
1. Etika Keilmuan
Istilah etika
keilmuwan mengantarkan kita pada kontemplasi mendalam, baik mengenai hakekat,
proses pembentukan, lembaga yang memproduksi ilmu lingkungan yang kondusif
dalam pengembangan ilmu, maupun moralitas dalam memperoleh dan mendayagunakan
ilmu tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan.
A. Etika
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga (2005:309), etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral. Moral yang
dimaksudkan di sini adalah akhlak, yakni budi pekerti atau kelakuan makhluk
hidup. itu dengan kata lain disebutkan bahwa etika itu membahas tentang
perilaku menuju kehidupan yang baik, yang di dalamnya ada aspek kebenaran,
tanggung jawab, peran, dan sebagainya.
Dapat diketahui bahwa
persoalan etika tidak terlepas dari pengetahuan tentang manusia sebagai makhluk
hidup yang sempurna. Jika kembali kepada kata muasalnya, etika berasal dari
bahasa Yunani; ethos, yang artinya kebiasaan, perbuatan atau tingkah laku manusia
tetapi bukan adat, melainkan adab
B. Moral
Kata moral identik
dengan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan
kepada pengertian mengenai baik-buruk. Berbicara tentang moral seseorang sama
dengan membicarakan tentang kepribadian seseorang yang dimaksud. Karena itu,
sesungguhnya moral telah membuat posisi manusia berbeda atau lebih sempurna
daripada makhluk Tuhan lainnya.
KBBI membuat dua
pandangan tentang pengertian moral. Pertama, sebagai ajaran tentang baik-buruk
yang diterima akibat perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya oleh manusia.
Kedua, kondisi mental yang mebuat orang tetap berani, bergairah, berdisiplin,
dan sebagainya, yang berpangkal pada isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana
terungkap dalam perbuatan (KBBI, 2005:6-7).
C. Norma
Norma adalah aturan
atau ketentuan yang mengikat kelompok warga di dalam masyarakat, dipakai
sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan
berterima. Norma juga dapat disebutkan sebagai ukuran atau kaidah yang menjadi
tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu .Misalnya, setiap
masyarakat harus menaati suatu tata tertib yang berlaku.
D. Kesusilaan
Kesusilaan atau susila
merupakan bagian kecil dari norma sehingga kita mengenal nama norma susila,
yaitu aturan yang menata tindakan manusia dalam pergaulan sosial sehari-hari,
seperti pergaulan antara pria dan wanita. Kesusilaan dapat pula menjadi bagian
dari adab dan sopan santun.
Di samping empat hal
di atas, tinjauan filsafat juga mesti memiliki estetika, yakni mengenai
keindahan dan implementasinya dalam kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai
macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.
2. Problem etika
ilmu pengetahuan
Problem adalah suatu
masalah, kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain
problematika merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatau yang
diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal
Disini Etika memang
tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak
dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggung jawab
etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan.
Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia,
martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada
kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal.
karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan
memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkannya.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan
“menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik
bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh
eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu
pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu dicegah perkembangannya, karena sudah
kodratnya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati
hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam
kondisi sosio-teknik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan –
berbentuk teknologi – pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan
manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga
seolah-olah sekarang ini teknologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya.
Selain daripada itu,
meskipun ilmu pengetahuan dengan penerapan praksisnya sukar sekali dipisahkan,
tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi antar manusia yang bersifat nyata,
dan bukan sekedar perbincangan teoritik harus dikendalikan secara moral. Sebab
ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berupa teknologi apabila tidak
tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai pembebas beban kerja manusia
akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada yang diuntungkan dan ada yang
dirugikan, pengurangan kualitas manusia karena martabat manusia justru
direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan sosial yang mungkin
sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti meningkatnya tingkat
kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali, pelacuran dan
sebagainya. Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi, karena manusia
kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. Bahkan dapat memicu
konflik-konflik sosial-politik, karena menguasai ilmu pengetahuan (teknologi)
dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut posisi
politik agar dapat menguasai aset ilmu dan teknologi. Semuanya mengisyaratkan
pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar ilmu pengetahuan dengan
manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara industriawan selaku produsen
dengan konsumen.
Ilmu pengetahuan
secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia rendah hati
karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan bahwa kita
masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu
pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari
keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia
secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan ilmu
pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara
membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja
tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini.
Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk
merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
Kemajuan ilmu
pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan
ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya, namun
pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa yang dapat diperbuat” olehnya tetapi
perlu pertimbangan “apakah memang harus diperbuat dan apa yang seharusnya
diperbuat” dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh. Pada dasarnya
mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada
rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan
tindakan manusia dibidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering
dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan
apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas
permasalahan manusia yang bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai
“kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan
kriteria-kriteria baik buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata
sesuai dengan daerah yang ditanganinya.
Dewasa ini pengetahuan
dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tidak ada pengetahuan yang pada
akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah sesuatu itu baik atau jahat”.
“Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma menjadi “Bagaimana” dari etika.
Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu penilaian yang
memperbincangkan bagaimana teknik yang mengelola kelakuan manusia. Dengan
demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih luas daripada sejumlah
kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang haram. Tetapi berkembag
menjadi sesuatu etika makro yang mampu merencanakan masyarakat sedemikian rupa
sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang
dibangkitkannya sendiri.
Terkait dengan keterbukaan
yang disebutkan diatas, maka etika hanya menyebut peraturan-peraturan yang
tidak pernah berubah, melainkan secara kritis mengajukan pertanyaan, bagaimana
manusia bertanggungjawab terhadap hasil-hasil teknologi moderen dan
rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja harus membuktikan kemampuannya
menyelesaikan masalah manusia konkret. Tidak lagi sekedar memberikan isyarat
dan pedoman umum, melainkan langsung melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan
faktual manusia, sehingga terjadi hubungan timbal balik dengan apa yang
sebenarnya terjadi.
3. Ilmu: Bebas Nilai dan
Tidak Bebas Nilai
Ilmu pengetahuan yang
dikatakan bebas nilai adalah pada pandangan bahwa ilmu itu berkembang tanpa
merujuk pada suatu hukum atau sistem tertentu. Beda dengan teknologi. Karena
teknologi lahir atas dasar penciptaan manusia, ia terikat oleh suatu aturan atau
sistem, terikat juga dengan selera pasar dan perundang-undangan. Namun,
bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak diikat oleh undang-undang apa pun.
Allah swt. sendiri berfirman untuk memberikan kebebasan bagi hamba-Nya
menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan di langit, yang semua itu hanya
bisa dilakukan dengan ilmu.
Akan tetapi, jika kita
mengacu kepada pengertian yang ditulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang
dikatakan ilmu adalah:
“Pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di dalam bidang (pengetahuan)
tersebut.” (KBBI, 2005:423)
Dengan pengertian yang
diberikan oleh KBBI tercermin bahwa sebuah ilmu mesti memiliki sistemik dan
sistematis sehingga terkesan ada hal yang mengingkatnya sebagai suatu nilai.
4. Sikap Ilmiah yang Harus
Dimiliki Ilmuwan
Sikap dan perilaku
sangat penting dalam kehidupan. Setiap tingkah laku, dan perilaku seseorang
akan menjadi tolok ukur tentang kepribadian seseorang tersebut. Oleh karena
itu, seorang ilmuwan mesti memiliki sikap ilmiah yang mencerminkan dirinya
sebagai ilmuwan. Sikap dimaksud bisa berupa rendah diri, tidak sombong atau
angkuh, dan selalu menghargai orang lain. Karenanya, seorang yang memiliki ilmu
dan sikap yang baik cenderung dikaitkan dengan padi atau kepada seseorang yang
memiliki ilmu akan diminta untuk memiliki “ilmu padi” semakin merunduk semakin
berisi.
Sikap ilmiah
diharapkan dimiliki oleh seorang ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa
ilmuwan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu.
Ilmuwan dapat pula dikatakan kepada orang yang berkecimpung dalam bidang ilmu
pengetahuan.
Kaitannya dalam
pembahasan ini, sikap ilmiah dimaksudkan bagi seorang ilmuwan adalah memiliki
dan memahami etika, moral, norma, dan kesusialaan.
Diederich
mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai berikut :
a. Selalu meragukan sesuatu.
b. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
d. Tekun.
e. Suka pada sesuatu yang baru.
f. Mudah mengubah pendapat atau opini.
g. Loyal terrhadap kebenaran.
h. Objektif
i. Enggan mempercayai takhyul.
j. Menyukai penjelasan ilmiah.
k. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
l. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
m. Menyadari perlunya asumsi.
n. Pendapatnya bersifat fundamental.
o. Menghargai struktur teoritis
p. Menghargai kuantifikasi
q. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
r. Dapat menerima pengertian generalisasi
a. Selalu meragukan sesuatu.
b. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
d. Tekun.
e. Suka pada sesuatu yang baru.
f. Mudah mengubah pendapat atau opini.
g. Loyal terrhadap kebenaran.
h. Objektif
i. Enggan mempercayai takhyul.
j. Menyukai penjelasan ilmiah.
k. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
l. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
m. Menyadari perlunya asumsi.
n. Pendapatnya bersifat fundamental.
o. Menghargai struktur teoritis
p. Menghargai kuantifikasi
q. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
r. Dapat menerima pengertian generalisasi
Kesimpulan
Ada beberapa sikap
yang mesti dimiliki seorang ilmuwan, yakni etika, moral, norma, kesusilaan, dan
estetika. Sikap-sikap ini akan mencerminkan kepribadian seorang ilmuwan. Jika
sikap-sikap di atas tidak dimiliki, kendati seseorang itu memiliki ilmu yang
sangat tinggi, “derajatnya” akan dipandang rendah oleh masyarakat. Hal ini
senada dengan firman Allah swt dalam Q.S. Al-Mujadalah: 11. “Allah mengangkat
derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang berilmu pengetahuan
bertingkat-tingkat.”
Biografi KH Hasyim
Asy'ari
Nama Lengkap: KH Hasyim
Asy'ari
Tanggal Lahir: 10 April
1875 (24 Dzulqaidah 1287H)
Tempat Lahir : Demak,
Jawa Tengah
Wafat: Jombang, Jawa
Timur, 7 September 1947
Ayah: Kiai Asyari
Ibu: Halimah
Istri:
Nyai Nafiqoh
Nyai Masruroh
Anak:
Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Chotijah, Muhammad Ya’kub.
Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Chotijah, Muhammad Ya’kub.
KH Hasyim Asy'ari lahir
pada tanggal 10 April 1875 di Demak, Jawa Tengah. Beliau merupakan pendiri
pondok pesantren Tebu Ireng dan juga perintas salah satu organisasi
kemasyarakatan terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Beliau juga
dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama
dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan
umum, berorganisasi, dan berpidato.
Semenjak kecil hingga
berusia empat belas tahun, KH Hasyim Asy'ari mendapat pendidikan langsung dari
ayah dan kakeknya, Kiai Asyari dan Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk
menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi
kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian
yang dimilikinya.
Karena Hasrat tak puas
akan ilmu yang dimilikinya, Beliaupun belajar dari pesantren ke pesantren lain.
Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan
(Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji
(Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian
mengambilnya sebagai menantu.
Di tahun 1892, KH Hasyim
Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru
pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.
Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar
di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan
pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di
Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren
Tebu Ireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.
Dalam perjalanan pulang
ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke
Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng
yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak
tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebu Ireng, menjadi pusat
pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.
Dalam pesantren itu
bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para
santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi
pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu
mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi tidak
mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki
manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat,
adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari.
Meski mendapat kecaman,
pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil
mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.
Tanggal 31 Januari 1926,
bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisiona lainnya, Kiai Hasyim Asy’ari
mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun
berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin
besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan
dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di
berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun
berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan
Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa. Meski sudah menjadi tokoh penting
dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling
dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia
mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau
bekerja sama, tetapi ditolaknya.
Dengan alasan yang tidak
diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy'ari ditangkap. Berkat
bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan dan
sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan itu diterimanya
karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng.
Setelah Indonesia
merdeka, melalui pidato-pidatonya K.H. Hasyim Asy’ari membakar semangat para
pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia
meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan
di Tebuireng.
Referensi:
http://www.tokohindonesia.com , http://id.wikipedia.org/wiki/Hasyim_Asyari dan
http://gudang-biografi.blogspot.com/2010/05/biografi-kh-hasyim-asyari-perintis
Biografi K.H. Ahmad
Dahlan : Pendiri Muhammadiyah
Kiai kharismatik ini adalah pendiri Muhammadiyah, salah satu
organisasi Islam modern di tanah air. K.H. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta
pada 1 Agustus 1868. Ayahnya bernama K.H.Abu Bakar, seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia anak
keempat dari tujuh orang bersaudara. Ia termasuk keturunan kedua belas dari
Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar di antara Wali Songo.
Pada usia 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekkah selama
lima tahun. Pada periode ini, ia mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridho, dan Ibnu
Taimiyah. Ketika pulang kembali ke Indonesia pada 1888, ia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan.
Pada 1903, ia kembali ke Mekkah. Ia menetap di sana selama dua
tahun. Saat itu, ia sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, yang juga guru
dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asy'ari.
Sepulang dari Mekkah, ia menikahi Siti Walidah, anak Kiai Penghulu
H. Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pendiri
Aisyiyah. Dari perkawinannya, K.H. Ahmad Dahlan mempunyai enam orang anak.
Di samping aktif dalam menuangkan gagasan tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil.
Ia termasuk orang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang. Oleh karena itu, ia dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat. Bahkan, ia dengan cepat mendapatkan
tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Komite
Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Pada 18 November 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di Kauman,
Yogyakarta. Ia mendirikan Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan
Islam di bumi nusantara. Ia juga ingin mengadakan pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan Islam. Ia ingin mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Alquran dan hadits.
Sejak awal, ia telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasi politik. Muhammadiyah adalah organisasi sosial dan bergerak di
bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah ini mendapatkan
pertentangan, baik dari keluarga maupun dari masyarakat. Berbagai fitnah, dan
hasutan datang bertubi-tubi kepada Ahmad Dahlan. Ia dituduh hendak mendirikan
agama baru yang menyalahi agama Islam. Bahkan, ada yang menuduhnya sebagai kiai
palsu. Namun, semua rintangan itu ia hadapi dengan sabar.
Pada 20 Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan status badan hukum. Namun, permohonan itu baru
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1914. Izin itu pun hanya berlaku
untuk daerah Yogyakarta.
Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir dengan perkembangan
organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatan organisasi dibatasi oleh pemerintah
Hindia Belanda. Namun walaupun dibatasi, perkembangan Muhammadiyah di daerah
lain, seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri berkembang cukup pesat. Hal ini
jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. K.H. Ahmad
Dahlan kemudian mengusulkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
menggunakan nama lain. Misalnya, Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung
Pandang, dan perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) di Solo.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh K.H. Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota. Selain itu, juga melalui
rekanan-rekanan dagang Ahmad Dahlan. Gagasan ini ternyata mendapat sambutan
yang besar dari masyarakat Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah,
menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah pun makin berkembang
hampir di seluruh Indonesia.
Pada 7 Mei 1921, ia mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921.
Atas jasa-jasanya, pemerintah RI menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional.
Kiai kharismatik ini wafat di Yogyakarta, pada 23 Februari 1923.
sumber :
http://serunaihati.blogspot.com/2012/11/biografi-kh-ahmad-dahlan-pendiri.html