Senin, 12 Januari 2015

Etika Keilmuan & 2 Materi Bebas

ETIKA KEILMUAN

Seperti yang telah kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan bukanlah pengetahuan yang datang  dengan sendirinya seperti barang yang sudah jadi, karena ilmu pengetahuan memiliki suatu cara pemikiran yang khusus dengan pendekatan yang khas sehingga menghasilkan pengetahuan yang dapat dibagi, diuji dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Dan dalam dunia keilmuan juga mempunyai etika tersendiri untuk memperolehnya.
Setiap aspek kehidupan memiliki etika yang harus ditaati, demikian pula dalam kehidupan ilmiah memiliki etika yang biasa disebut dengan nama ”etika keilmuan” yang mencakup tentang nilai-nilai yang baik maupun yang buruk, dan mengenai hak serta kewajiban bagi seorang ilmuwan atau mahasiswa. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini agar kita mampu memahami tentang etika keilmuan dan menerapkannya dalam kehidupan sosial terutama bagi kita sebagai seorang mahasiswa yang diharuskan mampu memahami dan menerapkan suatu ilmu dengan tepat.

1.      Etika Keilmuan
Istilah etika keilmuwan mengantarkan kita pada kontemplasi mendalam, baik mengenai hakekat, proses pembentukan, lembaga yang memproduksi ilmu lingkungan yang kondusif dalam pengembangan ilmu, maupun moralitas dalam memperoleh dan mendayagunakan ilmu tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan.
A.    Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga (2005:309), etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral. Moral yang dimaksudkan di sini adalah akhlak, yakni budi pekerti atau kelakuan makhluk hidup. itu dengan kata lain disebutkan bahwa etika itu membahas tentang perilaku menuju kehidupan yang baik, yang di dalamnya ada aspek kebenaran, tanggung jawab, peran, dan sebagainya.
Dapat diketahui bahwa persoalan etika tidak terlepas dari pengetahuan tentang manusia sebagai makhluk hidup yang sempurna. Jika kembali kepada kata muasalnya, etika berasal dari bahasa Yunani; ethos, yang artinya kebiasaan, perbuatan atau tingkah laku manusia tetapi bukan adat, melainkan adab
B.     Moral
Kata moral identik dengan  suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertian mengenai baik-buruk. Berbicara tentang moral seseorang sama dengan membicarakan tentang kepribadian seseorang yang dimaksud. Karena itu, sesungguhnya moral telah membuat posisi manusia berbeda atau lebih sempurna daripada makhluk Tuhan lainnya.
KBBI membuat dua pandangan tentang pengertian moral. Pertama, sebagai ajaran tentang baik-buruk yang diterima akibat perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya oleh manusia. Kedua, kondisi mental yang mebuat orang tetap berani, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya, yang berpangkal pada isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan (KBBI, 2005:6-7).
C.    Norma
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat kelompok warga di dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima. Norma juga dapat disebutkan sebagai ukuran atau kaidah yang menjadi tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu .Misalnya, setiap masyarakat harus menaati suatu tata tertib yang berlaku.
D.    Kesusilaan
Kesusilaan atau susila merupakan bagian kecil dari norma sehingga kita mengenal nama norma susila, yaitu aturan yang menata tindakan manusia dalam pergaulan sosial sehari-hari, seperti pergaulan antara pria dan wanita. Kesusilaan dapat pula menjadi bagian dari adab dan sopan santun.
Di samping empat hal di atas, tinjauan filsafat juga mesti memiliki estetika, yakni mengenai keindahan dan implementasinya dalam kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.
2.       Problem etika ilmu pengetahuan
Problem adalah suatu masalah, kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain problematika merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatau yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal
Disini Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal. karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkannya.  Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan “menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu dicegah perkembangannya, karena sudah kodratnya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio-teknik  yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan – berbentuk teknologi – pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini teknologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya.
Selain daripada itu, meskipun ilmu pengetahuan dengan penerapan praksisnya sukar sekali dipisahkan, tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi antar manusia yang bersifat nyata, dan bukan sekedar perbincangan teoritik harus dikendalikan secara moral. Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berupa teknologi  apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai pembebas beban kerja manusia akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, pengurangan kualitas manusia karena martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan sosial yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali, pelacuran dan sebagainya. Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi, karena manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial-politik, karena menguasai ilmu pengetahuan (teknologi) dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan teknologi. Semuanya mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar ilmu pengetahuan dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara industriawan selaku produsen dengan konsumen.
Ilmu pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini. Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
Kemajuan ilmu pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya, namun pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa yang dapat diperbuat” olehnya tetapi perlu pertimbangan “apakah memang harus diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat” dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh. Pada dasarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia dibidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas permasalahan manusia yang bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai “kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan kriteria-kriteria baik buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata sesuai dengan daerah yang ditanganinya.
Dewasa ini pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tidak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah sesuatu itu baik atau jahat”. “Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma menjadi “Bagaimana” dari etika. Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana teknik yang mengelola kelakuan manusia. Dengan demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih luas daripada sejumlah kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang haram. Tetapi berkembag menjadi sesuatu etika makro yang mampu merencanakan masyarakat sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri.
Terkait dengan keterbukaan yang disebutkan diatas, maka etika hanya menyebut peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah, melainkan secara kritis mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggungjawab terhadap hasil-hasil teknologi moderen dan rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja harus membuktikan kemampuannya menyelesaikan masalah manusia konkret. Tidak lagi sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum, melainkan langsung melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan faktual manusia, sehingga terjadi hubungan timbal balik dengan apa yang sebenarnya terjadi.
3.      Ilmu: Bebas Nilai dan Tidak Bebas Nilai
Ilmu pengetahuan yang dikatakan bebas nilai adalah pada pandangan bahwa ilmu itu berkembang tanpa merujuk pada suatu hukum atau sistem tertentu. Beda dengan teknologi. Karena teknologi lahir atas dasar penciptaan manusia, ia terikat oleh suatu aturan atau sistem, terikat juga dengan selera pasar dan perundang-undangan. Namun, bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak diikat oleh undang-undang apa pun. Allah swt. sendiri berfirman untuk memberikan kebebasan bagi hamba-Nya menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan di langit, yang semua itu hanya bisa dilakukan dengan ilmu.
Akan tetapi, jika kita mengacu kepada pengertian yang ditulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dikatakan ilmu adalah:
“Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di dalam bidang (pengetahuan) tersebut.” (KBBI, 2005:423)
Dengan pengertian yang diberikan oleh KBBI tercermin bahwa sebuah ilmu mesti memiliki sistemik dan sistematis sehingga terkesan ada hal yang mengingkatnya sebagai suatu nilai.
4.      Sikap Ilmiah yang Harus Dimiliki Ilmuwan
Sikap dan perilaku sangat penting dalam kehidupan. Setiap tingkah laku, dan perilaku seseorang akan menjadi tolok ukur tentang kepribadian seseorang tersebut. Oleh karena itu, seorang ilmuwan mesti memiliki sikap ilmiah yang mencerminkan dirinya sebagai ilmuwan. Sikap dimaksud bisa berupa rendah diri, tidak sombong atau angkuh, dan selalu menghargai orang lain. Karenanya, seorang yang memiliki ilmu dan sikap yang baik cenderung dikaitkan dengan padi atau kepada seseorang yang memiliki ilmu akan diminta untuk memiliki “ilmu padi” semakin merunduk semakin berisi.
Sikap ilmiah diharapkan dimiliki oleh seorang ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu. Ilmuwan dapat pula dikatakan kepada orang yang berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan.
Kaitannya dalam pembahasan ini, sikap ilmiah dimaksudkan bagi seorang ilmuwan adalah memiliki dan memahami etika, moral, norma, dan kesusialaan.
Diederich mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai berikut :
a. Selalu meragukan sesuatu.
b. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
d. Tekun.
e. Suka pada sesuatu yang baru.
f. Mudah mengubah pendapat atau opini.
g. Loyal terrhadap kebenaran.
h. Objektif
i. Enggan mempercayai takhyul.
j. Menyukai penjelasan ilmiah.
k. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
l. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
m. Menyadari perlunya asumsi.
n. Pendapatnya bersifat fundamental.
o. Menghargai struktur teoritis
p. Menghargai kuantifikasi
q. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
r. Dapat menerima pengertian generalisasi

Kesimpulan
Ada beberapa sikap yang mesti dimiliki seorang ilmuwan, yakni etika, moral, norma, kesusilaan, dan estetika. Sikap-sikap ini akan mencerminkan kepribadian seorang ilmuwan. Jika sikap-sikap di atas tidak dimiliki, kendati seseorang itu memiliki ilmu yang sangat tinggi, “derajatnya” akan dipandang rendah oleh masyarakat. Hal ini senada dengan firman Allah swt dalam Q.S. Al-Mujadalah: 11. “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang berilmu pengetahuan bertingkat-tingkat.”

Biografi KH Hasyim Asy'ari

Nama Lengkap: KH Hasyim Asy'ari
Tanggal Lahir: 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H)
Tempat Lahir : Demak, Jawa Tengah
Wafat: Jombang, Jawa Timur, 7 September 1947
Ayah: Kiai Asyari
Ibu: Halimah
Istri:
Nyai Nafiqoh
Nyai Masruroh

Anak:
Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Chotijah, Muhammad Ya’kub.


KH Hasyim Asy'ari lahir pada tanggal 10 April 1875 di Demak, Jawa Tengah. Beliau merupakan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng dan juga perintas salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Beliau juga dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.

Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, KH Hasyim Asy'ari mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai Asyari dan Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya.


Karena Hasrat tak puas akan ilmu yang dimilikinya, Beliaupun belajar dari pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu.


Di tahun 1892, KH Hasyim Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis. Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebu Ireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.

Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebu Ireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.

Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi tidak mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari.

Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisiona lainnya, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa. Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya.


Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy'ari ditangkap. Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng.

Setelah  Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya K.H. Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan di Tebuireng.

Referensi: http://www.tokohindonesia.com , http://id.wikipedia.org/wiki/Hasyim_Asyari dan http://gudang-biografi.blogspot.com/2010/05/biografi-kh-hasyim-asyari-perintis


Biografi K.H. Ahmad Dahlan : Pendiri Muhammadiyah

Kiai kharismatik ini adalah pendiri Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam modern di tanah air. K.H. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada 1 Agustus 1868. Ayahnya bernama K.H.Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. 

Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara. Ia termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar di antara Wali Songo.

Pada usia 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekkah selama lima tahun. Pada periode ini, ia mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridho, dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke Indonesia pada 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada 1903, ia kembali ke Mekkah. Ia menetap di sana selama dua tahun. Saat itu, ia sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asy'ari.

Sepulang dari Mekkah, ia menikahi Siti Walidah, anak Kiai Penghulu H. Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya, K.H. Ahmad Dahlan mempunyai enam orang anak.
Di samping aktif dalam menuangkan gagasan tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil. Ia termasuk orang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang. Oleh karena itu, ia dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Bahkan, ia dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Komite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada 18 November 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta. Ia mendirikan Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ia juga ingin mengadakan pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Islam. Ia ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Alquran dan hadits.
Sejak awal, ia telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik. Muhammadiyah adalah organisasi sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan  pendirian Muhammadiyah ini mendapatkan pertentangan, baik dari keluarga maupun dari masyarakat. Berbagai fitnah, dan hasutan datang bertubi-tubi kepada Ahmad Dahlan. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Bahkan, ada yang menuduhnya sebagai kiai palsu. Namun, semua rintangan itu ia hadapi dengan sabar.

Pada 20 Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan status badan hukum. Namun, permohonan itu baru dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1914. Izin itu pun hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta.

Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir dengan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatan organisasi dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun walaupun dibatasi, perkembangan Muhammadiyah di daerah lain, seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri berkembang cukup pesat. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. K.H. Ahmad Dahlan kemudian mengusulkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta menggunakan nama lain. Misalnya, Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, dan perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) di Solo.

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota. Selain itu, juga melalui rekanan-rekanan dagang Ahmad Dahlan. Gagasan ini ternyata mendapat sambutan yang besar dari masyarakat Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah, menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah pun makin berkembang hampir di seluruh Indonesia.

Pada 7 Mei 1921, ia mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921. Atas jasa-jasanya, pemerintah RI menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional. Kiai kharismatik ini wafat di Yogyakarta, pada 23 Februari 1923.

sumber : http://serunaihati.blogspot.com/2012/11/biografi-kh-ahmad-dahlan-pendiri.html