Bagi PT
Adira Dinamika Multifinance Tbk, penerapan Good Corporate Governance (GCG)
adlah perjalanan tanpa akhir. Karena itu, standarnya harus terus-menerus
ditingkatkan untuk menyerasikan benturan kepentingan di antara para pemangku
kepentingan. Bagaimana implementasi GCG di Adira, I Dewa Made Susila, Direktur
dan Chief Finance Officer PT Adira Dinamika Multifinance Tbk,
menuturkanya kepada Gustyanita Pratiwi dari SWA:
Sebenarnya
sejak kapan GCG di perusahaan ini benar-benar dijalankan. Apakah sejak IPO,
atau memang dari awal sudah dijalankan?
Sebenarnya
waktu bisnis berjalan pun, GCG pasti ada. Kalau tidak kan bisa chaos.
Mengelola perusahaan itu kan governance, hanya memang kebutuhannya makin
penting seiring dengan perkembangan usaha, baik dalam konteks ukuran usahanya,
jumlah karyawan, level of business, termasuk konteks IPO. Makin banyak
saja hal-hal yang membuat kami harus menerapkan GCG. Jadi, menurut saya sih GCG
itu governance, the way we run the business.Jadi, kami sudah menerapkan
dari awal, tapi kepentingannya makin signifikan. Standarnya makin ditingkatkan
karena bagaimanapun Adira sudah menjadi satu lembaga keuangan terbuka yang
pemangku kepentingannya luas sekali.
Seberapa
penting urgensi GCG itu Pak?
Sangat
penting. Kenapa? Satu, dari sudut bisnis. Kami mempunyai pemangku kepentingan
yang besar, misalnya jumlah nasabahnya 3,8 juta. Kami menyalurkan kredit Rp 43
triliun posisi terakhir. Lalu kami cari dana masyarakat itu dalam konteks
pinjaman saja di luar joint financing sampai Rp 20 triliun. Berarti kan
kreditor merupakan pemangku kepentingan. Kami mempunyai karyawan 29.000, dan
kami listed company (menerbitkan obligasi). Jadi kepentingan itu, orang
akan makin kredibel (dipercaya), kalau kami makin menerapkan manajemen yang
makin baik, dikelola dengan governance (tata kelola) yang baik. Jadi itu
bagian dari bisnis. Nah, kalau kami kelola dengan baik, berarti kredibilitas
meningkat. Perusahaan seperti Adira itu kan sebenarnya lembaga intermediari,
cari funding (pendanaan) dan lending (penyaluran). Di funding-nya
kami terbantu, karena kami mempunyai kredit rating yang bagus, reputasi
yang bagus, sehingga diharapkan biaya dana (cost of fund) rendah,
sehingga kompetitif. Dan juga kreditor yang menaruh uangnya merasa aman kan,
termasuk juga pemegang saham, yang juga mempertaruhkan dananya di kami. Dari
sudut konsumen juga, kalau tata kelola baik, berarti proses kan juga baik,
sehingga dapat pelayanan yang lebih baik. Dan itu juga buntutnya lagi, muter
lagi. Kami menjadi perusahaan pilihan masyarakat. Perusahaan pilihan karyawan.
Jadi GCG itu harus diterapkan kalau mau membuat perusahaan ini terus berkembang
dan berkesinambungan.
Siapa
penggeraknya Pak, mungkin karena sekarang sudah profesional, semua harus
bertanggung jawab. Kalau dulu-dulu itu siapa?
Founder-nya kami itu kan profesional di
awal. CEO-nya Astra, Pak Stanley juga itu mantan profesional di Citibank. Itu
kan diterapkan sesuai dengan kondisi waktu itu. Terus berkembang, 2004 IPO
sehingga menjadi perusahaan publik dan sebagian besar sahamnya, 75% juga dibeli
oleh Bank Danamon, menjadi bagian dari bank yang tata kelolanya juga sangat
ketat. Dan sejak itulah, perusahaan ini terus berkembang, yang memungkinkan
kami ya menjadi seperti sekarang ini.
Penerapan
GCG ini sekarang seperti apa Pak, kalau misalnya kita melihat dalam konteks
manajemen risiko? Seperti apa?
Sebenarnya
kami kan bisnis yang mengambil risiko. We are in the business of risk.
Kami kasih loan, bukan kami minta duit, tapi kami kasih, ibaratnya,
waktu kami kasih loan itu kan embaded, di dalamnya adalah ambil
risiko. Karena kalau saya kasih loan ke nasabah, kan selalu ada risiko
tidak tertagih. Nah, kami harus mengelola itu. Misalnya kami end to end
dari sudut mulai dari waktu mencari nasabah, kami sebut customer ackuisition,
kemudian kami kelola waktu dia jadi nasabah kami, sehingga hubungannya baik,
dan juga ketika ada masalah, kami harus selesaikan, baik dari cara penarikan, settlement,
restructure. Jadi prosesnya dari waktu mencari nasabah, akuisisi, waktu maintanence,
waktu collection kalau ada masalah.
Di luar
itu, kami juga mengelola risiko reputasi, karena kami berhubungan dengan banyak
sekali orang. Kami juga mengelola risiko hukum, karena apapun tindakan kami ada
landasannya dengan hukum. Kami juga mengelola risiko likuiditas. Karena kami funding
dari satu tempat ke tempat lain. Di luar risiko kredit yang tadi mungkin tidak
tertagih. Juga ada risiko ekonomi. Kalau ekonomi sedang susah waktu DP, ya
penjualan turun. Kami kelola bagaimana agar perusahaan bisa melewati masa-masa
sulit. Dengan kata lain, pengelolaan risiko itu bagian dari tata kelola yang
baik.
Selama
GCG dijalankan, temuan-temuan apa saja, atau masalah apa saja, atau penyakitnya
yang paling banyak ditemui, kalau konteksnya manajemen risiko?
Paling
besar risiko utama kami kan credit risk, karena kami menyalurkan kredit.
Itu menjadi bagian yang sangat menentukan kesinambungan perusahaan, karena marjinnya
berapa sih bisnis ini? Misalnya kami untung 4% dari menyalurkan, kalau
rugi kan 100%, tidak tertagih. Padahal kalau untung hanya 4%. Berarti kan tidak
simetris, sehingga kami harus benar-benar hati-hati untuk mengelola hal
tersebut. Ya kendalanya banyak. Bagaimanapun market-nya tetap
difersivikasi. Bagaimanapun ekonomi Indonesia tergolong masih berkembang yang
volatilitasnya masih tinggi. Misalnya ukur saja pergerakan kurs, inflasi yang
juga naik turun-naik turun. Makanya istilahnya kan emerging market,
bukan developing market. Kalau developing market kan lebih steady,
lebih teratur. Walaupun volatile ya ada opportunity juga.
Bagaimana
mengatasi masalah seperti penyakit-penyakit credit risk itu apa Pak?
Banyak
yang kami lakukan. Pada prinsipnya itu full siklus, dari waktu memilih,
kami harus pilih yang peluang default-nya rendah, waktu mengelola, kami
harus berhubungan baik, karena bagaimanapun, nasabah itu kan punya banyak
sekali kewajiban. Bukan hanya nyicil motor/mobil, ada nyicil
sekolah anak, kesehatan, makanan, kan kami harus mengelola. Dan pada saat
terjadi masalah, bisa karena nasabahnya tidak punya penghasilan lagi, atau
masalah temporer, bencana alam, nah itu kan harus di-resurvey. Jadi, itu
adalah proses yang paling berjalan di kami itu, karena kami tidak corporate.
Pinjaman kami kan rata-rata 10 juta untuk motor. Jadi proses itu kan kami
jalani terus.
GCG
itu kan berkaitan dengan akuntabilitas, transparansi, responsibilitas, itu
pelaksanaannya sejauh ini seperti apa?
Misalnya
transparansi, kami listed company, kami pasti publish report
secara regular. Kami punya RAR untuk menjelaskan kalau ada yang ingin tahu
kinerja kami. Ini juga ada transparansi, kalau ada yang tanya kami jelaskan.
Kami juga sering road show. Kami juga sering public expose, kami
mempublikasi laporan keuangan secara on time. Jadi, semua pihak yang mau
tahu dan berkentingan tahu kinerja kami, itu ada akses. Jadi secara regular,
kami up date mereka, sehingga mereka punya informasi yang memadai untuk
membuat keputusan. Kami buat news letter, press release, kami kirim ke
orang-orang yang berkepentingan, analis, wartawan. Artinya, mereka berhak tahu
perkembangan Adira.
Tadi
Bapak bilang bahwa begitu banyak kepentingan yang terlibat dalam organisasi ini.
Itu menggerakkan komponen, khususnya SDM dan seluruh pemangku kepentingan ini,
bagaimana cara menggerakkannya hingga GCG benar-benar dijalankan?
Itu kan
balik lagi ke prinsip akuntabilitas, di mana semua orang harus berkontribusi/
bertanggungjawab atas peran dan tanggungjawabnya. Dengan kata lain, ya saya,
orang Adira, misalkan berhubungan dengan funding dan managing aspect,
itu yang saya harus akuntabel, harus bertanggung jawab. Teman saya sebelah, marketing
mobil, yang dia fokuskan adalah bagaimana penjualan mobil itu jalan. Yang
utama, tapi ada nanti kami bareng-bareng mengelola perusahaan. Jadi semua BOD,
BOC, staf senior, sangat jelas apa yang menjadi tanggung jawab dia, sehingga
bisa diminta pertanggungjawabannya. Ambil contoh, orang sales, kalau kami
sepakat tahun ini misalnya Rp 30 triliun, kami booking, nah, nanti kalau
ada periode penuh, kami review sesuai tidak dengan yang dijanjikan.
Kalau tidak, apa sebabnya? Apa yang dibutuhkan? Itu kan salah satu prinsip
akuntabilitas, di mana semua pihak harus melakukan apa yang harus dia lakukan.
Sebagai
top executive, apa sih Pak tantangannya GCG ini?
Pada
dasarnya semua menyangkut menyeimbangkan kepentingan. Karena kami punya
pemangku kepentingan banyak. Saya ambil contoh, pemegang saham tentu ingin profit
sebesar-besarnya. Karyawan tentu ingin kesejahteraan sebesar-besarnya. Kreditor
yang kasih funding, tentu ingin biaya dana sebesar-besarnya. Kalau kami
ikutin semua, bisa tidak nyambung tuh. Bagaimana kami bisa kasih profit besar
kalau biayanya besar? Nasabah yang pinjam, dia maunya murah, tambah enggak
nyambung lagi kan? Pemerintah, mau untung mau rugi harus setor pajak. Jadi pada
dasarnya banyak sekali benturan kepentingan antara pemangku kepentingan itu.
Tugas kami itu menyelaraskan, karena pada dasarnya semua kepentingan itu harus
dipenuhi. Tidak 100%, tapi harus dipenuhi. Kami harus menggaji karyawan yang
layak, kalau tidak siapa yang mau kerja di sini. Kami harus kasih imbal hasil
kepada kreditor yang layak, kalau tidak, dia tidak mau kasih funding. Kami
juga harus kasihreturn yang cukup kepada shareholder. Kalau
tidak, ngapain dia pegang saham kami. Kami harus memberi lending rate
yang wajar kepada nasabah, kalau tidak dia berpaling kan? Semua itu kan
sebenarnya bebenturan. Nah, tugas kami meramu, sehingga semuanya happy.
Itulah tantangannya. Sama ya seperti kehidupan pribadi, kita makan dan kita
tidur. Kan tidak bisa makan 24 jam. Tidur 24 jam. Nah itu diseimbangkan,
misalnya minimum tidur 6 jam, minimum makan 3 kali sehari, nah buntut-buntutnya
tidur dapat, makan dapat, bekerja dapat, kira-kira logika sederhananya begitu.
Kalau
misalnya di-track, dampak GCG terhadap kinerja perusahaan secara numbers
dan yang intangible itu apa saja?
Tentu
kinerja perusahaan itu mencerminkan bagaimana perusahaan itu dikelola, di luar
faktor eksternal tentunya. Tidak mungkin kinerjanya bagus kalau dikelola
awut-awutan kan? Jadi kalau hasilnya bagus, prosesnya bagus. Proses itu adalah
tata kelola sebenarnya. Istilahnya kami itu adalah managing the process, bukan
the result. Kalau kami benar mengelola prosesnya, mestinya hasilnya benar.
Sama, kalau kita merawat diri kita secara bagus, olahraga cukup, mestinya
sehat, kecuali nasib lain. Jadi, tata kelola juga begitu. Tata kelola itu you
do healthy lifestyle in the espectation, nanti healthy. Tapi mungkin
saja ada gangguan, tidak selalu begitu. Tapi at least, we control the
process. Di perusahaan juga mirip begitu. Benturan itu kami kelola,
semuanya happy, akan menghasilkan.
Mengukur performance
ini tergantung di mata siapa. Mata pemegang saham, kreditor, nasabah, karyawan,
dan juga ada stakeholder yang besar, misalnya masyarakat dan pemerintah.
Mari kita ngomong satu-satu. Pemegang saham kami happy lah, buktinya
mereka tidak melepas kami kan? Kami kontribusinya juga besar kepada Danamon dan
minority shareholder. Kepada kreditor, salah satu ukurannya adalah credit
rating. Kami adalah perusahaan multifinance yang punya rating
tertinggi di Indonesia, sama dengan perusahaan induk di rating kami, AA
+ dengan outlook positif. Terus kami ngomong nasabah. Nasabah kami kan
terus tumbuh. Berarti mereka masih mau bekerja sama dengan kami. Karyawan, kami
memperkerjakan hampir 9.000 orang. Kalau kami tidak mampu memberi kesejahteraan
yang cukup, ya tidak sebanyak itu yang mau bergabung dengan kami. Ya kami juga
bayar pajak, taat hukum, melakukan sesuatu yang menurut kami berkontribusi
kepada masyarakat. Kami malah berpikir bagaimana memberdayakan masyarakat
bawah, karena nasabah kami kan kelas menengah ke bawah. Dengan tidak adanya
sarana transportasi di luar kota besar, itu sebenarnya membuka akses kepada
mereka untuk mencari kerja. Itu kontribusi real kami. Bahwa ada orang yang
perspektifnya lain, kalau punya motor nanti makan subsidi. Itu kan lain lagi.
Tapi di mata kami, bahwa memberdayakan orang yang dulunya tidak punya akses
transportasi untuk bekerja, untuk sekolah, untuk bisnis, dikasih alat nih,
pancingnya. Itu perspektif kami. Buktinya apa? Semakin lama, kami semakin
banyak orang yang cari motor. Kalau memang tidak berguna, kenapa mereka beli
motor?
Sejauh
ini pelaksanaan GCG di Adira Finance apakah sudah sesuai dengan ekspektasi
Anda?
Ini adalah
standar yang terus bergerak. Kami kan tidak bisa ngomong SMA, kalau SMP tidak
lulus. Jadi kami juga akan terus makin memperbaiki/menuju tata kelola terbaik.
Apa
yang harus diperbaiki?
Oh, banyak
hal yang harus diperbaiki. Basicly kami kan mengikuti governance
yang ada di Indonesia. Beberapa best practises (tata kelola yang baik),
kami harus ikut juga di tingkat dunia. Bagaimana orang lain mengelolanya. Risk
management termasuk hubungan dengan karyawan. Itu sebenarnya never
ending journey. Misalnya kami sudah kelas 5 nanti naik ke kelas 6. Kelas 6,
kami harus challenge diri kami ke kelas 7. Jadi bukan end of stand.
Menurut saya governance itu adalah journey, proses yang terus
kami bisa tingkatkan. Karena kami tidak tahu sebenarnya, Adira itu 10 tahun
lagi jadi apa, segede apa juga kami belum punya bayangan. Misalnya kalau
nasabah 10 juta, berarti tantangan yang kami hadapi sekarang berbeda dengan ke
depan.
Kalau
misalnya Bapak kasih input, apa yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan
agar mendapat predikat terpercaya atau sangat terpercaya?
Itu adalah
hasil, bahwa orang mengakui kami terpercaya, dipercaya. Yang paling penting itu
kami menerapkannya di proses sehari-hari sehingga hasilnya kentara. Hasilnya
dirasakan oleh pemangku kepentingan. Jadi, bagaimana berinteraksi setiap hari,
mengelola perusahaan ini dengan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan semua
pemangku kepentingan tadi. Itu yang menurut saya jauh lebih penting. Nah kalau
hasil akhirnya, kalau kami misalnya kinerjanya baik, reputasinya baik, pasti award
datang dengan sendirinya.
Ulasan :
Menurut saya, GCG pada
PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk ini sangat bagus. Terbukti karena mereka
berada diurutan pertama emiten dengan skor Corporate Governance (CG) tertinggi
tahun 2013 berdasarkan ASEAN CG scorecard. Dengan penilaian skor teringgi
meliputi hak-hak dari pemegang saham, peran pemangku kepentingan, keterbukaan
informasi, transparansi laporan keuangan, dan tanggung jawab dewan direksi dan
komisaris.
Juga dari bagaimana
cara mereka bekerja dan seperti yang dikutip oleh pak Made, bahwa GCG di PT
Adira adalah perjalanan tanpa akhir. Dan saya harap perusahaan yang lain dapat
mengikuti jejak adira finance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar